Rabu, 21 Maret 2012

pencemaran laut yang mengganas

Abrasi dan Pencemaran Laut yang Mengganas


Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin menyempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih berbahaya. Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal dengan keindahan pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari mancanegara berdatangan ke Indonesia untuk menikmati panorama pantainya yang sangat indah. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal pantai tersebut. Banyak penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.
Pencemaran laut juga masih merupakan masalah yang belum terselesaikan di Indonesia. Pencemaran laut banyak terjadi di kawasan-kawasan pantai di pulau Jawa, khususnya di Jakarta. Sudah tidak diragukan lagi bahwa pencemaran laut, khususnya di Jakarta disebabkan oleh sampah yang mengalir melalui sungai-sungai. Selain itu juga disebabkan olehl imbah-limbah pabrik maupun pembuangan limbah minyak yang disebabkan oleh kebocoran kapal tanker.
A. Pengertian Abrasi
Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Gerusan ini terjadi karena permukaan air laut mengalami peningkatan. Naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global. Sebagai contoh daerah di Indonesia yang sering mengalami abrasi adalah di kawasan pantai daerah Jabuoaten Indramayu, seluas 40 kilometer kawasan itu terus digerus abrasi.
B. Penyebab Abrasi dan Dampaknya
Abrasi biasanya terjadi akibat penggundulan hutan bakau oleh manusia. Di Indonesia sendiri, banyak sekali terdapat hutan bakau, akan tetapi semakin lama semakin berkurang akibat penebangan yang melebihi batas yang ditentukan, baik untuk perdagangan mauoun untuk pembuatan pekabuhan. Mengapa harus hutan bakau? Karena mangrove yang ditanam di pinggiran pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi menyempit, bila dibiarkan bisa menjadi lebih berbahaya. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal pantai tersebut.
Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut diseluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui,pemanasan global terjadi karena gas-gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.
Dalam beberapa tahun terakhir, garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Seperti yang terjadi di daerah pesisir pantai wilayah kabupaten Indramayu. Abrasi yang terjadi mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter pertahun dan sekarang dari panjang pantai 114 kilometer telah tergerus 50 kilometer. Dari 10 kecamatan yang memiliki kawasan panati, hanya satu wilayah kecamatan yakni kecamatan Centigi yang hamper tidak memiliki persoalan abrasi. Hal ini karena di wilayah kecamatan Centigi memiliki kawasan hutan mangrove yang masih mampu melindungi kawasan pantai dari abrasi. Tingkat abrasi yang cukup tinggi juga terjadi di kecamatan Pedes dan Cibuaya Kabupaten Karawang. Meskipun abrasi pantai dinilai belum pada kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan potensi kelautan di kabupaten Inramayu maupun Karawang secara keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya.
Abrasi yang terjadi di kabupaten Indramayu merupakan contoh kasus abrasi yang terjadi di Indonesia. Selain di Indramayu, masih banyak daerah lain yang juga mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam.
Dampak lain dari adanya abrasi adalah rusaknya kehidupan hayati akibat hilangnya hutan bakau oleh manusia, sehingga menyebabkan abrasi dengan mudah menghancurkan ekosistem ikan-ikan perairan pantai. Hal ini terjadi karena hutan bakau sebagai pelindung ekosistem tersebut telah hilang.
Selain itu, yang ekstrim abrasi juga menghancurkan rumah-rumah penduduk dan tambak-tambak milik warga setempat. Seperti daerah-daerah di kabupaten Indramayu yang sering terkena abrasi seperti di kecamatan Sukra, Balongan maupun Juntinyuat, tambak-tambak udang dan bandeng milik penduduk setempat hancur akibat terkena abrasi. Padahal, tambak-tambak di daerah tersebut menghasilkan udang maupun bandeng yang berorientasi ekspor. Hal ini akan merugikan karena mengurangi pendapatan dan roda perekonomian daerah tersebut yang bertumpu pada tambak-tambak itu akan hilang. Yang paling merugikan warga adalah hilangnya tempat tinggal mereka. Walaupun mereka sudah direlokasi ke tempat yang aman, abrasi terus terjadi, sehingga rumah-rumah penduduk yang lataknya 500 meter dari pantai tidak akan bertahan selama lima tahun.
Selain abrasi, masalah yang terjadi di daerah pesisir pantai adalah masalah pencemaran lingkungan pantai. Beberapa pantai mengalami pencemaran yang cukup parah seperti kasus yang terjadi di daerah Balikpapan, dimana pada tahun 2004 tercemar oleh limbah minyak. Tumpukan kerak minyak atau sludge berwarna hitam yang mirip dengan gumpalan aspal tersebut beratnya diperkirakan mencapai 300 ton. Contoh lain adalah kasus yang terjadi di sekitar teluk Jakarta. Berbagai jenis limbah dan ribuan ton sampah yang mengalir melalui 13 kali di Jakarta berdampak pada kerusakan Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada tahun 2006, kerusakan terumbu karang dan ekosistem taman nasional itu diperkirakan mencapai 75 kilometer. Tahun lalu saja telah terjadi kerusakan serius sepanjang 40 kilometer. Kali Ciliwung, Banjir Kanal Barat (BKB), Kali Sunter, dan Kali Pesanggrahan merupakan penyumbang pencemaran terbesar ke Teluk Jakarta. Setiap hari Kali Ciliwung, BKB, dan Kali Sunter mengalirkan sampah yang berton-ton banyaknya. Sampah berbagai jenis itu mengalir ke Teluk Jakarta, dan sampai ke Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Kondisi ini memerlukan penanganan segera. Terkait dengan itu, pencemaran teluk Jakarta harus segera diatasi, terutama dengan melakukan pengurangan limbah sampah di sungai. Pencemaran yang terjadi di pesisir pantai merupakan sesuatu yang sangat merugikan bagi manusia. Selain itu, sebagian besar objek wisata di Indonesia merupakan wisata pantai. Keindahan panorama pantai membuat wisatawan dari mancanegara berdatangan ke Indonesia. Hal ini seharusnya lebih mempedulikan kebersihan dan keasrian pantai, karena apabila keadaan pantai tidak bersih dan dipenuhi sampah, wisatawan tidak akan mau lagi mengunjungi pantai di Indonesia yang akibatnya dapat mengurangi devisa negara. Rusaknya lingkungan pantai juga dapat merusak ekosistem yang ada disana. Biota yang hidup di daerah pantai seperti terumbu karang dan ikan-ikan kecil akan mati bila tingkat pencemarannya tinggi. Untuk itu diperlukan upaya dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga keindahan dan keasrian pantai.
A. Pencemaran Laut dan Dampaknya
Pencemaran laut merupakan rusaknya kondisi laut akibat perbuatan manusia. Aktifitas manusia sehari-hari memegang peranan yang paling besar dan merupakan penyebab utama dari terjadinya polusi laut dunia. Lebih dari 80 persen polusi laut yang terjadi pada lautan berasal dari aktivitas yang terjadi di darat. Mulai dari hancurnya terumbu karang, penumpukan sampah, timbunan zat kimia berbahaya, sampai peningkatan suhu permukaan laut sehingga mengakibatkan tidak seimbangnya ekosistem yang ada di laut. Berton-ton sampah yang dibuang ke sungai setiap harinya, yang akhirnya bermuara ke laut, pembuangan limbah-limbah dan zat-zat kimia oleh pabrik dan kebocoran kapal tanker merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran laut yang diakibatkan oleh manusia. Pencemaran laut banyak terjadi di Indonesia, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya, dan yang paling parah terjadi adalah di Teluk Jakarta dengan kadar pencemaran yang sudah diatas ambang normal. Keadaan perairan di teluk Jakarta sangatlah memprihatinkan, terbukti dengan banyaknya ikan yang mati akibat zat-zat kimia yang dikandung perairan tersebut sudah terlampau parah. Hal ini membuktikan banyak biota-biota laut di teluk tersebut yang sudah tercemar zat-zat beracun, sangat riskan karena itulah yang dikonsumsi warga setiap harinya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan pencemaran laut. Seperti yang disinggung di atas, sampah merupakan faktor utama penyebab pancemaran laut, terutama sampah rumah tangga. Sebagai contoh di teluk Jakarta, tidak kurang dari 14.000 meter kubik sampah masuk setiap harinya. Sampah-sampah ini dihasilkan oleh 15 juta penduduk Jakarta dan dialirkan ke 13 sungai yang bermuara ke teluk Jakarta. Akibatnya teluk Jakarta mirip tempat pembuangan sampah. Hal ini juga berimbas ke daerah di sekitarnya, terutama kepulauan Seribu.
Menumpuknya sampah di kawasan ini diakibatkan oleh perilaku masyarakat di Jakarta dan sekitarnya yang dengan seenaknya membuang sampah ke sungai. Kesadaran masyarakat yang rendah ini mengakibatkan hampir seluruh sungai yang melintas di Jakarta menjadi semacam “tempat sampah”. Apabila kita melintas di pinggir sungai-sungai itu, kita akan menyaksikan bagaimana masyarakat dengan tanpa rasa bersalah membuang limbah rumah tangganya ke dalam sungai tersebut.
Bahkan dari data yang ada, setiap harinya terdapat tambahan rutin 27.966 meter kubik atau setara dengan 6.000 ton sampah di Jakarta. Berbagai jenis sampah ini berasal dari cakupan wilayah yang mencapai 650 kilometer persegi dengan tingkat kepadatan 11.244 jiwa per kilometer persegi, dengan rata-rata satu orang menghasilkan 2,97 liter sampah per hari.
Dari keseluruhan sampah itu, 90 persennya langsung dibuang di 13 aliran sungai yang bermuara di perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Akibatnya, ke 13 sungai di Jakarta ini mengalami pencemaran yang parah dan sampah-sampah ini bermuara di kedua kawasan di atas.
Berdasarkan data dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedal), tingkat pencemaran di Teluk Jakarta hingga Kepulauan Seribu saat ini dalam kondisi sangat kronis. Setidaknya 83 persen dari 13 daerah anak sungai dan sembilan kawasan muara sungai kini masuk dalam kategori tercemar berat.
Akibat banyaknya sampah yang bermuara di Teluk Jakarta ini, kawasan perairan ini sudah ditetapkan ke dalam status eutrofik, atau dapat meledak sewaktu-waktu. Bentuk ledakan ini antara lain adalah munculnya berbagai macam penyakit, kematian massal biota laut, serta berbagai hal yang dapat mengancam dan berimbas langsung kepada masyarakat seperti banjir.
Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pakar kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), pencemaran di kedua kawasan perairan itu didominasi polusi dan degradasi ekosistem. Polusi itu antara lain berupa silikat yang mencapai 52.156 ton, fosfat mencapai 6.741 ton, dan nitrogen mencapai 21.260 ton.
Pembuangan limbah-limbah dan zat-zat kimia berbahaya oleh pabrik ke sungai setiap harinya juga menyebabkan kondisi pencemaran bertambah parah. Pembuangan limbah ini biasanya belum dinetralisir terlebih dahulu, sehingga menyebabkan beban polusi yang harus dikandung sungai maupun air laut menjadi semakin besar. Padahal sungai tersebut sudah harus menahan beban akibat sampah-sampah yang dibuang warga. Di teluk Jakarta misalnya, kandungan bahan-bahan kimianya sanagat tinggi dan sudah melebihi batas normal.
Pencemaran logam berat di kawasan Teluk Jakarta saat ini memang sudah dalam tahap memprihatinkan. Terlihat dari tingginya angka pencemaran, khususnya merkuri dan pestisida, yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT. Keduanya
sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, yaitu maksimum 0,5 ppb.
Logam berat lain yang kandungannya tinggi dan dinyatakan jauh melebihi batas
aman, yang ditemukan dalam pencemaran Teluk Jakarta ini, antara lain seng
(Zn), tembaga (Cu), kadmium (Cd), fosfat, dan timbal (Pb). Pencemaran ini
diakibatkan pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, dan industri
pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda. Akibatnya, beban yang ditanggung oleh
Teluk Jakarta semakin berat.
Ratusan satwa laut dari berbagai jenis ikan,
udang, belut laut, dan kepiting yang ditemukan mati di Teluk Jakarta sangat
mungkin disebabkan oleh keracunan logam berat dan limbah kimia lain. Sektor sandang dan industri kulit menimbulkan limbah yang mengandung sisa-sisa zat warna, BOD
tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun karena mengandung limbah B3 yang
tinggi.
Pencemaran laut juga tidak akan terjadi tanpa adanya tumpahan minyak ke laut yang disebabkan oleh kebocoran maupun kecelakaan kapal tanker. Pencemaran lingkungan oleh tumpahan minyak kapal bukan hal baru di Indonesia. Setidaknya telah terjadi sembilan kali kasus tumpahan minyak di Indonesia sejak 1975. Tanker Showa Maru, karam di Selat Malaka tahun 1975, menumpahkan 1 juta ton minyak mentah; Choya Maru, karam di Bulebag, Bali (1975), menumpahkan 300 ton bensin; Golden Win, bocor di Lhokseumawe, NAD (1979), menumpahkan 1.500 kiloliter minyak tanah. Kemudian, Nagasaki Spirit, karam di Selat Malaka (1992), menumpahkan minyak mentah; Maersk Navigator, karam di Selat Malaka (1993), menumpahkan minyak mentah; Bandar Ayu, karam di Pelabuhan Cilacap (1994), menumpahkan minyak mentah; Mission Viking, karam di Selat Makassar (1997), menumpahkan minyak mentah; dan MT Natuna Sea, karam di Pulau Sambu (2000), menumpahkan 4.000 ton minyak mentah. (Kamaluddin, 2002).
Menurut Ingmanson dan Wallace (1985), sekitar 6 juta metrik ton minyak setiap tahun mencemari lautan. Penyebabnya secara umum adalah transportasi minyak, pengeboran minyak lepas pantai, pengilangan minyak dan pemakaian bahan bakar produk minyak bumi. Laut yang tercemar oleh tumpahan minyak akan membawa pengaruh negatif bagi berbagai organisme laut..
Pencemaran laut berdampak negatif baik bagi manusia maupun lingkungan sebagai penopang hidup manusia. Dengan adanya tumpahan minyak ke laut secara otomatis air yang bercampur minyak itu juga akan mengganggu organisme aquatik pantai, seperti berbagai jenis ikan, terumbu karang, hutan mangrove dan rusaknya wisata pantai. Sebagai contoh adalah banyaknya ikan yang mati di teluk Jakarta. Padahal terumbu karang merupakan tempat hidup berbagai jenis ikan dan dapat dimanfaatkan untuk pariwisata, sehingga menyebabkan potensi pengembangan pariwisata di Kepulauan Seribu. Saat ini dampaknya juga sudah mulai dirasakan oleh masyarakat yakni terganggunya mata pencaharian lebih dari 20.000 warga Kepulauan Seribu yang selama ini menggantungkan hidupnya dari laut, mangrove, dan terumbu karang. Bahkan sejak tahun 2002 lalu, produksi ikan nelayan di kawasan ini menurun hingga 38 persen. Karamnya tanker Showa Maru telah menurunkan produksi tangkapan ikan di sekitar Selat Malaka dari 27,6 ton pada tahun 1974 menjadi 6,1 ton pada tahun 1975 (Bilal, 1990). Tumpahan minyak juga akan menghambat/mengurangi transmisi cahaya matahari ke dalam air laut karena diserap oleh minyak dan dipantulkan kembali ke udara.
Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh, menimbulkan cacat fisik, menurunkan kecerdasan, melemahkan sistem saraf, dan berpengaruh ke tulang. Kadmium yang mengendap di dalam tubuh dapat mengecoh tubuh dan dianggap kalsium oleh tubuh sehingga diserap oleh tulang. Air limbah dari industri kimia termasuk kategori limbah
bahan beracun berbahaya (B3) yang dapat mencemari air dan udara, yang dapat
menyebabkan keracunan akut yang menimbulkan penyakit bahkan kematian, maupun
keracunan kronis akibat masuknya zat-zat toksin ke dalam tubuh dalam dosis
kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh.
B. Penanggulangan Abrasi & Pencemaran Laut
1. Penanggulangan Abrasi
Untuk mengatasi masalah abrasi di Indonesia ini pemerintah secara bertahap melakukan pembangunan alat pemecah ombak serta penghijauan hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena abrasi tersebut. Dalam mengatasi masalah abrasi ini, tentu ada saja hambatan-hambatan dan juga kesulitan-kesulitan yanag akan dihadapi, misalnya dalam pembangunan alat pemecah ombak ini diperlukan biaya yang sangat mahal dan juga wilayah tempat pembangunannya sangat luas, sehingga untuk membangun alat ini di seluruh pantai yang terkena abrasi akan memerlukan waktu yang sangat lama dan juga biaya yang sangat mahal.
Upaya penanaman tanaman bakau di pinggir pantai juga banyak hambatannya. Tanaman bakau hanya dapat tumbuh pada tanah gambut yang berlumpur. Hal ini akan menjadi sangat sulit karena sebagian besar pantai di Indonesia merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir, seperti kita ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah berpasir. Jika tetap dipakasa untuk ditanami mangrove, maka tidak akan optimal dan hasilnya akan sia-sia, karena selain memiliki kesempatan tumbuh yang kecil, juga masih dihantam abrasi. Untuk itu, satu-satunya cara untuk menyelamatkan daratan dari ancaman abrasi pantai adalah dengan memasang pemecah ombak. Setelah itu, di balik pemecah ombak diberi lumpur, lalu ditanami mangrove. Dengan demikian tingkat kegagalan tumbuh dari mangrove dapat dikurangi.
Meskipun sangat sulit, tetapi usaha untuk mangatasi abrasi ini harus terus dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia banyak yang akan berkurang. Agar upaya ini dapat berjalan dengan lebih baik, maka peranan dari semua elemen masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah tidak akan dapat mengatasinya tanpa partisipasi dari masyarakat. Apabila alat pemecah ombak berhasil dibangun dan hutan bakau atau hutan mangrove berhasil ditanam, maka dampak abrasi tentu akan dapat dikurangi meskipun tidak sampai 100%.
2. Penanggulangan Pencemaran Laut
Masalah pencemaran pantai juga harus diatasi denga sangat serius karena dapat merusak keindahan dan keasrian pantai. Untuk megatasi permasalahan ini kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan harus ditingkatkan. Selain itu peraturan untuk tidak merusak lingkungan harus dibuat dan menindak dengan tegas bagi siapa pun yang melanggarnya.
Sekarang ini, di beberapa pantai masih banyak ditemui sampah-sampah yang berserakan. Selain itu, limbah pabrik yang beracun banyak yang dialirkan ke sungai yang kemudian mengalir ke laut. Hal ini dapat merusak ekosistem laut, dan juga dapat membunuh beberapa biota laut. Pemerintah seharusnya menghimbau agar seluruh pabrik-pabrik tersebut agar membuang limbahnya setelah dinetralisasi terlebih dahulu. Secara umum, hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran laut anatara lain :
a. Siapkan law enforment lingkungan yang memang berfungsi dengan baik dan dihargai oleh setiap pihak dan anti suap.
b. Tidak membuang sampah di sungai serta sanksi bagi yang melanggarnya.
c. Jika terjadi tumpahan minyak akibat kebocoran atau kecelakaan kapal tanker maka menggunakan pelampung untuk mencegah minyak tidak meluas yang dikombinasikan dengan penggunaan skimmer (pompa) untuk mengambil kembali minyak yang mengapung.
d. Menetralisir limbah sebelum dibuang ke sungai, dan menyarankan kepada perusahaan-perusahaan untuk mempunyai alat penetralisir limbah.
e. Pembersihan besar-besaran sungai maupun air laut dari sampah maupun bahan-bahan kimia berbahaya lainnya, dan mengembalikan ekosistem seperti sedia kala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar