Abrasi dan Pencemaran Laut yang Mengganas
Abrasi
pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin
menyempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih
berbahaya. Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal
dengan keindahan pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari
mancanegara berdatangan ke Indonesia untuk menikmati panorama pantainya
yang sangat indah. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak
akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini
tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia
karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan
mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel,
restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan
mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak
sedikit. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal
pantai tersebut. Banyak penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya
akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.
Pencemaran
laut juga masih merupakan masalah yang belum terselesaikan di
Indonesia. Pencemaran laut banyak terjadi di kawasan-kawasan pantai di
pulau Jawa, khususnya di Jakarta. Sudah tidak diragukan lagi bahwa
pencemaran laut, khususnya di Jakarta disebabkan oleh sampah yang
mengalir melalui sungai-sungai. Selain itu juga disebabkan olehl
imbah-limbah pabrik maupun pembuangan limbah minyak yang disebabkan oleh
kebocoran kapal tanker.
A. Pengertian Abrasi
Abrasi
merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air
laut. Gerusan ini terjadi karena permukaan air laut mengalami
peningkatan. Naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di
daerah kutub akibat pemanasan global. Sebagai contoh daerah di Indonesia
yang sering mengalami abrasi adalah di kawasan pantai daerah Jabuoaten
Indramayu, seluas 40 kilometer kawasan itu terus digerus abrasi.
B. Penyebab Abrasi dan Dampaknya
Abrasi
biasanya terjadi akibat penggundulan hutan bakau oleh manusia. Di
Indonesia sendiri, banyak sekali terdapat hutan bakau, akan tetapi
semakin lama semakin berkurang akibat penebangan yang melebihi batas
yang ditentukan, baik untuk perdagangan mauoun untuk pembuatan
pekabuhan. Mengapa
harus hutan bakau? Karena mangrove yang ditanam di pinggiran pantai,
akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya
pengikisan pantai. Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai
menjadi menyempit, bila dibiarkan bisa menjadi lebih berbahaya. Demikian
juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal pantai tersebut.
Abrasi
disebabkan oleh naiknya permukaan air laut diseluruh dunia karena
mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini
merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini.
Seperti yang kita ketahui,pemanasan global terjadi karena gas-gas CO2
yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor
menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari yang dipantulkan
oleh bumi, sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam
atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu
di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air
lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan
mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat
kaitannya dengan pencemaran lingkungan.
Dalam
beberapa tahun terakhir, garis pantai di beberapa daerah di Indonesia
mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Seperti yang terjadi di
daerah pesisir pantai wilayah kabupaten Indramayu. Abrasi yang terjadi
mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter pertahun dan
sekarang dari panjang pantai 114 kilometer telah tergerus 50 kilometer.
Dari 10 kecamatan yang memiliki kawasan panati, hanya satu wilayah
kecamatan yakni kecamatan Centigi yang hamper tidak memiliki persoalan
abrasi. Hal ini karena di wilayah kecamatan Centigi memiliki kawasan
hutan mangrove yang masih mampu melindungi kawasan pantai dari abrasi.
Tingkat abrasi yang cukup tinggi juga terjadi di kecamatan Pedes dan
Cibuaya Kabupaten Karawang. Meskipun abrasi pantai dinilai belum pada
kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu
dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan
potensi kelautan di kabupaten Inramayu maupun Karawang secara
keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun
pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya.
Abrasi
yang terjadi di kabupaten Indramayu merupakan contoh kasus abrasi yang
terjadi di Indonesia. Selain di Indramayu, masih banyak daerah lain yang
juga mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal
ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan dalam waktu
yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam.
Dampak
lain dari adanya abrasi adalah rusaknya kehidupan hayati akibat
hilangnya hutan bakau oleh manusia, sehingga menyebabkan abrasi dengan
mudah menghancurkan ekosistem ikan-ikan perairan pantai. Hal ini terjadi
karena hutan bakau sebagai pelindung ekosistem tersebut telah hilang.
Selain
itu, yang ekstrim abrasi juga menghancurkan rumah-rumah penduduk dan
tambak-tambak milik warga setempat. Seperti daerah-daerah di kabupaten
Indramayu yang sering terkena abrasi seperti di kecamatan Sukra,
Balongan maupun Juntinyuat, tambak-tambak udang dan bandeng milik
penduduk setempat hancur akibat terkena abrasi. Padahal, tambak-tambak
di daerah tersebut menghasilkan udang maupun bandeng yang berorientasi
ekspor. Hal ini akan merugikan karena mengurangi pendapatan dan roda
perekonomian daerah tersebut yang bertumpu pada tambak-tambak itu akan
hilang. Yang paling merugikan warga adalah hilangnya tempat tinggal
mereka. Walaupun mereka sudah direlokasi ke tempat yang aman, abrasi
terus terjadi, sehingga rumah-rumah penduduk yang lataknya 500 meter
dari pantai tidak akan bertahan selama lima tahun.
Selain
abrasi, masalah yang terjadi di daerah pesisir pantai adalah masalah
pencemaran lingkungan pantai. Beberapa pantai mengalami pencemaran yang
cukup parah seperti kasus yang terjadi di daerah Balikpapan, dimana pada
tahun 2004 tercemar oleh limbah minyak. Tumpukan kerak minyak atau
sludge berwarna hitam yang mirip dengan gumpalan aspal tersebut beratnya
diperkirakan mencapai 300 ton. Contoh lain adalah kasus yang terjadi di
sekitar teluk Jakarta. Berbagai jenis limbah dan ribuan ton sampah yang
mengalir melalui 13 kali di Jakarta berdampak pada kerusakan Pantai
Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada tahun 2006, kerusakan terumbu
karang dan ekosistem taman nasional itu diperkirakan mencapai 75
kilometer. Tahun lalu saja telah terjadi kerusakan serius sepanjang 40
kilometer. Kali Ciliwung, Banjir Kanal Barat (BKB), Kali Sunter, dan
Kali Pesanggrahan merupakan penyumbang pencemaran terbesar ke Teluk
Jakarta. Setiap hari Kali Ciliwung, BKB, dan Kali Sunter mengalirkan
sampah yang berton-ton banyaknya. Sampah berbagai jenis itu mengalir ke
Teluk Jakarta, dan sampai ke Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Kondisi
ini memerlukan penanganan segera. Terkait dengan itu, pencemaran teluk
Jakarta harus segera diatasi, terutama dengan melakukan pengurangan
limbah sampah di sungai. Pencemaran
yang terjadi di pesisir pantai merupakan sesuatu yang sangat merugikan
bagi manusia. Selain itu, sebagian besar objek wisata di Indonesia
merupakan wisata pantai. Keindahan panorama pantai membuat wisatawan
dari mancanegara berdatangan ke Indonesia. Hal ini seharusnya lebih
mempedulikan kebersihan dan keasrian pantai, karena apabila keadaan
pantai tidak bersih dan dipenuhi sampah, wisatawan tidak akan mau lagi
mengunjungi pantai di Indonesia yang akibatnya dapat mengurangi devisa
negara. Rusaknya lingkungan pantai juga dapat merusak ekosistem yang ada
disana. Biota yang hidup di daerah pantai seperti terumbu karang dan
ikan-ikan kecil akan mati bila tingkat pencemarannya tinggi. Untuk itu
diperlukan upaya dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga
keindahan dan keasrian pantai.
A. Pencemaran Laut dan Dampaknya
Pencemaran
laut merupakan rusaknya kondisi laut akibat perbuatan manusia.
Aktifitas manusia sehari-hari memegang peranan yang paling besar dan merupakan
penyebab utama dari terjadinya polusi laut dunia. Lebih dari 80 persen
polusi laut yang terjadi pada lautan berasal dari aktivitas yang terjadi
di darat. Mulai dari hancurnya terumbu karang, penumpukan sampah,
timbunan zat kimia berbahaya, sampai peningkatan suhu permukaan laut
sehingga mengakibatkan tidak seimbangnya ekosistem yang ada di laut. Berton-ton
sampah yang dibuang ke sungai setiap harinya, yang akhirnya bermuara ke
laut, pembuangan limbah-limbah dan zat-zat kimia oleh pabrik dan
kebocoran kapal tanker merupakan faktor-faktor yang menyebabkan
pencemaran laut yang diakibatkan oleh manusia. Pencemaran laut banyak
terjadi di Indonesia, terutama di kota-kota besar yang padat
penduduknya, dan yang paling parah terjadi adalah di Teluk Jakarta
dengan kadar pencemaran yang sudah diatas ambang normal. Keadaan
perairan di teluk Jakarta sangatlah memprihatinkan, terbukti dengan
banyaknya ikan yang mati akibat zat-zat kimia yang dikandung perairan
tersebut sudah terlampau parah. Hal ini membuktikan banyak biota-biota
laut di teluk tersebut yang sudah tercemar zat-zat beracun, sangat
riskan karena itulah yang dikonsumsi warga setiap harinya.
Banyak
faktor yang dapat menyebabkan pencemaran laut. Seperti yang disinggung
di atas, sampah merupakan faktor utama penyebab pancemaran laut,
terutama sampah rumah tangga. Sebagai contoh di teluk Jakarta, tidak
kurang dari 14.000 meter kubik sampah masuk setiap harinya.
Sampah-sampah ini dihasilkan oleh 15 juta penduduk Jakarta dan dialirkan
ke 13 sungai yang bermuara ke teluk Jakarta. Akibatnya teluk Jakarta
mirip tempat pembuangan sampah. Hal ini juga berimbas ke daerah di
sekitarnya, terutama kepulauan Seribu.
Menumpuknya
sampah di kawasan ini diakibatkan oleh perilaku masyarakat di Jakarta
dan sekitarnya yang dengan seenaknya membuang sampah ke sungai.
Kesadaran masyarakat yang rendah ini mengakibatkan hampir seluruh sungai
yang melintas di Jakarta menjadi semacam “tempat sampah”. Apabila kita
melintas di pinggir sungai-sungai itu, kita akan menyaksikan bagaimana
masyarakat dengan tanpa rasa bersalah membuang limbah rumah tangganya ke
dalam sungai tersebut.
Bahkan
dari data yang ada, setiap harinya terdapat tambahan rutin 27.966 meter
kubik atau setara dengan 6.000 ton sampah di Jakarta. Berbagai jenis
sampah ini berasal dari cakupan wilayah yang mencapai 650 kilometer
persegi dengan tingkat kepadatan 11.244 jiwa per kilometer persegi,
dengan rata-rata satu orang menghasilkan 2,97 liter sampah per hari.
Dari
keseluruhan sampah itu, 90 persennya langsung dibuang di 13 aliran
sungai yang bermuara di perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Akibatnya, ke 13 sungai di Jakarta ini mengalami pencemaran yang parah
dan sampah-sampah ini bermuara di kedua kawasan di atas.
Berdasarkan
data dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedal), tingkat
pencemaran di Teluk Jakarta hingga Kepulauan Seribu saat ini dalam
kondisi sangat kronis. Setidaknya 83 persen dari 13 daerah anak sungai
dan sembilan kawasan muara sungai kini masuk dalam kategori tercemar
berat.
Akibat banyaknya sampah yang bermuara di Teluk Jakarta ini, kawasan perairan ini sudah ditetapkan ke dalam status eutrofik,
atau dapat meledak sewaktu-waktu. Bentuk ledakan ini antara lain adalah
munculnya berbagai macam penyakit, kematian massal biota laut, serta
berbagai hal yang dapat mengancam dan berimbas langsung kepada
masyarakat seperti banjir.
Sementara
itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pakar kelautan dari
Institut Pertanian Bogor (IPB), pencemaran di kedua kawasan perairan itu
didominasi polusi dan degradasi ekosistem. Polusi itu antara lain
berupa silikat yang mencapai 52.156 ton, fosfat mencapai 6.741 ton, dan
nitrogen mencapai 21.260 ton.
Pembuangan
limbah-limbah dan zat-zat kimia berbahaya oleh pabrik ke sungai setiap
harinya juga menyebabkan kondisi pencemaran bertambah parah. Pembuangan
limbah ini biasanya belum dinetralisir terlebih dahulu, sehingga
menyebabkan beban polusi yang harus dikandung sungai maupun air laut
menjadi semakin besar. Padahal sungai tersebut sudah harus menahan beban
akibat sampah-sampah yang dibuang warga. Di teluk Jakarta misalnya,
kandungan bahan-bahan kimianya sanagat tinggi dan sudah melebihi batas
normal.
Pencemaran
logam berat di kawasan Teluk Jakarta saat ini memang sudah dalam tahap
memprihatinkan. Terlihat dari tingginya angka pencemaran, khususnya
merkuri dan pestisida, yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT.
Keduanya
sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, yaitu maksimum 0,5 ppb.
Logam berat lain yang kandungannya tinggi dan dinyatakan jauh melebihi batas
aman, yang ditemukan dalam pencemaran Teluk Jakarta ini, antara lain seng
(Zn), tembaga (Cu), kadmium (Cd), fosfat, dan timbal (Pb). Pencemaran ini
diakibatkan pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, dan industri
pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda. Akibatnya, beban yang ditanggung oleh
Teluk Jakarta semakin berat.
sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, yaitu maksimum 0,5 ppb.
Logam berat lain yang kandungannya tinggi dan dinyatakan jauh melebihi batas
aman, yang ditemukan dalam pencemaran Teluk Jakarta ini, antara lain seng
(Zn), tembaga (Cu), kadmium (Cd), fosfat, dan timbal (Pb). Pencemaran ini
diakibatkan pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, dan industri
pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda. Akibatnya, beban yang ditanggung oleh
Teluk Jakarta semakin berat.
Ratusan satwa laut dari berbagai jenis ikan,
udang, belut laut, dan kepiting yang ditemukan mati di Teluk Jakarta sangat
mungkin disebabkan oleh keracunan logam berat dan limbah kimia lain. Sektor sandang dan industri kulit menimbulkan limbah yang mengandung sisa-sisa zat warna, BOD
tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun karena mengandung limbah B3 yang
tinggi.
udang, belut laut, dan kepiting yang ditemukan mati di Teluk Jakarta sangat
mungkin disebabkan oleh keracunan logam berat dan limbah kimia lain. Sektor sandang dan industri kulit menimbulkan limbah yang mengandung sisa-sisa zat warna, BOD
tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun karena mengandung limbah B3 yang
tinggi.
Pencemaran
laut juga tidak akan terjadi tanpa adanya tumpahan minyak ke laut yang
disebabkan oleh kebocoran maupun kecelakaan kapal tanker. Pencemaran
lingkungan oleh tumpahan minyak kapal bukan hal baru di Indonesia.
Setidaknya telah terjadi sembilan kali kasus tumpahan minyak di
Indonesia sejak 1975. Tanker Showa Maru, karam di Selat Malaka tahun
1975, menumpahkan 1 juta ton minyak mentah; Choya Maru, karam di
Bulebag, Bali (1975), menumpahkan 300 ton bensin; Golden Win, bocor di
Lhokseumawe, NAD (1979), menumpahkan 1.500 kiloliter minyak tanah.
Kemudian, Nagasaki Spirit, karam di Selat Malaka (1992), menumpahkan
minyak mentah; Maersk Navigator, karam di Selat Malaka (1993),
menumpahkan minyak mentah; Bandar Ayu, karam di Pelabuhan Cilacap
(1994), menumpahkan minyak mentah; Mission Viking, karam di Selat
Makassar (1997), menumpahkan minyak mentah; dan MT Natuna Sea, karam di
Pulau Sambu (2000), menumpahkan 4.000 ton minyak mentah. (Kamaluddin,
2002).
Menurut
Ingmanson dan Wallace (1985), sekitar 6 juta metrik ton minyak setiap
tahun mencemari lautan. Penyebabnya secara umum adalah transportasi
minyak, pengeboran minyak lepas pantai, pengilangan minyak dan pemakaian
bahan bakar produk minyak bumi. Laut yang tercemar oleh tumpahan minyak
akan membawa pengaruh negatif bagi berbagai organisme laut..
Pencemaran
laut berdampak negatif baik bagi manusia maupun lingkungan sebagai
penopang hidup manusia. Dengan adanya tumpahan minyak ke laut secara
otomatis air yang bercampur minyak itu juga akan mengganggu organisme
aquatik pantai, seperti berbagai jenis ikan, terumbu karang, hutan
mangrove dan rusaknya wisata pantai. Sebagai contoh adalah banyaknya
ikan yang mati di teluk Jakarta. Padahal terumbu karang merupakan tempat
hidup berbagai jenis ikan dan dapat dimanfaatkan untuk pariwisata,
sehingga menyebabkan potensi pengembangan pariwisata di Kepulauan
Seribu. Saat ini dampaknya juga sudah mulai dirasakan oleh masyarakat
yakni terganggunya mata pencaharian lebih dari 20.000 warga Kepulauan
Seribu yang selama ini menggantungkan hidupnya dari laut, mangrove, dan
terumbu karang. Bahkan sejak tahun 2002 lalu, produksi ikan nelayan di
kawasan ini menurun hingga 38 persen. Karamnya tanker Showa Maru telah
menurunkan produksi tangkapan ikan di sekitar Selat Malaka dari 27,6 ton
pada tahun 1974 menjadi 6,1 ton pada tahun 1975 (Bilal, 1990). Tumpahan
minyak juga akan menghambat/mengurangi transmisi cahaya matahari ke
dalam air laut karena diserap oleh minyak dan dipantulkan kembali ke
udara.
Logam
berat yang terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tubuh, menimbulkan cacat fisik, menurunkan
kecerdasan, melemahkan sistem saraf, dan berpengaruh ke tulang. Kadmium
yang mengendap di dalam tubuh dapat mengecoh tubuh dan dianggap kalsium
oleh tubuh sehingga diserap oleh tulang. Air limbah dari industri kimia
termasuk kategori limbah
bahan beracun berbahaya (B3) yang dapat mencemari air dan udara, yang dapat
menyebabkan keracunan akut yang menimbulkan penyakit bahkan kematian, maupun
keracunan kronis akibat masuknya zat-zat toksin ke dalam tubuh dalam dosis
kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh.
bahan beracun berbahaya (B3) yang dapat mencemari air dan udara, yang dapat
menyebabkan keracunan akut yang menimbulkan penyakit bahkan kematian, maupun
keracunan kronis akibat masuknya zat-zat toksin ke dalam tubuh dalam dosis
kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh.
B. Penanggulangan Abrasi & Pencemaran Laut
1. Penanggulangan Abrasi
Untuk
mengatasi masalah abrasi di Indonesia ini pemerintah secara bertahap
melakukan pembangunan alat pemecah ombak serta penghijauan hutan
mangrove di sekitar pantai yang terkena abrasi tersebut. Dalam mengatasi
masalah abrasi ini, tentu ada saja hambatan-hambatan dan juga
kesulitan-kesulitan yanag akan dihadapi, misalnya dalam pembangunan alat
pemecah ombak ini diperlukan biaya yang sangat mahal dan juga wilayah
tempat pembangunannya sangat luas, sehingga untuk membangun alat ini di
seluruh pantai yang terkena abrasi akan memerlukan waktu yang sangat
lama dan juga biaya yang sangat mahal.
Upaya
penanaman tanaman bakau di pinggir pantai juga banyak hambatannya.
Tanaman bakau hanya dapat tumbuh pada tanah gambut yang berlumpur. Hal
ini akan menjadi sangat sulit karena sebagian besar pantai di Indonesia
merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir, seperti kita
ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah berpasir.
Jika tetap dipakasa untuk ditanami mangrove, maka tidak akan optimal dan
hasilnya akan sia-sia, karena selain memiliki kesempatan tumbuh yang
kecil, juga masih dihantam abrasi. Untuk
itu, satu-satunya cara untuk menyelamatkan daratan dari ancaman abrasi
pantai adalah dengan memasang pemecah ombak. Setelah itu, di balik
pemecah ombak diberi lumpur, lalu ditanami mangrove. Dengan demikian
tingkat kegagalan tumbuh dari mangrove dapat dikurangi.
Meskipun
sangat sulit, tetapi usaha untuk mangatasi abrasi ini harus terus
dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka
bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di
Indonesia banyak yang akan berkurang. Agar upaya ini dapat berjalan
dengan lebih baik, maka peranan dari semua elemen masyarakat sangat
diperlukan. Pemerintah tidak akan dapat mengatasinya tanpa partisipasi
dari masyarakat. Apabila alat pemecah ombak berhasil dibangun dan hutan
bakau atau hutan mangrove berhasil ditanam, maka dampak abrasi tentu
akan dapat dikurangi meskipun tidak sampai 100%.
2. Penanggulangan Pencemaran Laut
Masalah
pencemaran pantai juga harus diatasi denga sangat serius karena dapat
merusak keindahan dan keasrian pantai. Untuk megatasi permasalahan ini
kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan harus ditingkatkan.
Selain itu peraturan untuk tidak merusak lingkungan harus dibuat dan
menindak dengan tegas bagi siapa pun yang melanggarnya.
Sekarang
ini, di beberapa pantai masih banyak ditemui sampah-sampah yang
berserakan. Selain itu, limbah pabrik yang beracun banyak yang dialirkan
ke sungai yang kemudian mengalir ke laut. Hal ini dapat merusak
ekosistem laut, dan juga dapat membunuh beberapa biota laut. Pemerintah
seharusnya menghimbau agar seluruh pabrik-pabrik tersebut agar membuang
limbahnya setelah dinetralisasi terlebih dahulu. Secara umum, hal-hal
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran laut anatara lain :
a. Siapkan law enforment lingkungan yang memang berfungsi dengan baik dan dihargai oleh setiap pihak dan anti suap.
b. Tidak membuang sampah di sungai serta sanksi bagi yang melanggarnya.
c. Jika
terjadi tumpahan minyak akibat kebocoran atau kecelakaan kapal tanker
maka menggunakan pelampung untuk mencegah minyak tidak meluas yang
dikombinasikan dengan penggunaan skimmer (pompa) untuk mengambil kembali
minyak yang mengapung.
d. Menetralisir
limbah sebelum dibuang ke sungai, dan menyarankan kepada
perusahaan-perusahaan untuk mempunyai alat penetralisir limbah.
e. Pembersihan
besar-besaran sungai maupun air laut dari sampah maupun bahan-bahan
kimia berbahaya lainnya, dan mengembalikan ekosistem seperti sedia kala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar